Ngambek
Libur telah tiba. Hore… teriak Afif dalam hati. Dia sudah berjanji bersama temannya Adi untuk pergi berlibur bersama naik kereta api. Ini merupakan liburan yang seru karena nati mampir dulu ke pantai bermain ombak. Pikiran Afif menerawang jauh.
“Afif ayo mandi!” suara mama terdengar dari ruang tamu.
Ini kali ketiga mama menyuruh Afif mandi. Mama sudah membujuknya tetapi Afif masih saja mengurung diri di kamar. Ia pura-pura tidak mendengar jika ada suara memanggilnya. Afif ngambek rupanya.
Hari sudah menunjukkan jam 12.15 WIB. Afif tak kunjung ke luar kamar.
“Afif ayo ke luar, makan trus mandi,” ajak mama.
“Sebentar lagi opa datang.”
Suara mama memanggil dari luar kamar. Afif tidak menjawab. Tangannya malah menutup telinganya rapat-rapat.
“Jangan ngambek terus dong.” Afif tidak menyahut.
Pasti mama sibuk menyambut kedatangan opa.
“Pokoknya aku akan terus ngambek,” gumam Afif.
Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk lagi.
“Afif, buka dong pintunya. Ini paketnya datang.”
“Itu kan suara uda Fikri.”
Tanpa pikir panjang, Afif segera bangkit dari baringnya. Ia berpikir sejenak. Buka pintu nggak ya? Kalau dibuka, berarti acara ngambekku gagal. Tapi kalau tidak kubuka…
“Ya sudah kalau tidak mau, PS nya uda kembaliin ke kurirnya, ya.”
“Iya, uda! Sebentar.”
Afif menyerah, karena ia tidak ingin kehilangan PS barunya.
Klek! Pintupun terbuka. Sebuah kotak disodorkan tepat di depan wajah Afif. Dengan wajah setengah kecewa dan bahagia, Afif mengambil kotak itu. Kecewa kerena liburan gagal dan bahagia karena dapat mainan baru.
“Uda masuk ya dek?” tanyanya menggoda.
“Iya, deh!” Afif pun membiarkan kakak satu-satunya masuk ke kamarnya yang berantakan.
“Afif kenapa, kok pake acara ngambek segala?”
Afif memonyongkan bibirnya ke depan, memainkannya ke kiri dan ke kanan, menunduk sambil memainkan ujung bajunya dipelintir sebagai lampiasan kekesalannya.
“Habis aku nggak jadi ke Pariaman. Padahal liburan ini papa dan mama sudah berjanji akan mengajak naik kereta. Aku juga sudah janjian dengan Adi, mau bermain-main ke pantai. Ee… tiba-tiba opa datang. Aku kan nggak jadi liburan kalau begini. Semuanya gagal gara-gara opa!”
“Afif nggak boleh gitu sayang,” sambil memeluk adik bungsunya yang tengah duduk di bangku kelas 4 SD.
“Opa ke sini karena kangen sama Afif.”
“Kalau mereka sayang, seharusnya tidak datang hari ini, dong. Biar aku bisa liburan ke Pariaman. Aku pengen banget naik kereta uda.”
“Teman-temanku di sekolah semua sudah berlibur ke tempat yang jauh di luar kota. Mereka pasti akan bertanya tentang liburanku. Bu guru pasti akan menugaskan cerita pengamalan selama liburan, apa yang akan ku ceritakan nanti uda?” Afif memelas.
“Trus, Afif mau ngambek sampai kapan?”
Afif diam membisu.
Wajah mama menyembul di balik daun pintu.
“Sayang, ke luar yuk! Opa sudah datang.”
Afif malah berbalik arah.
“Jangan begitu, Afif. Kasihan sama opa, jauh-jauh datang kemari.”
Menutup pintu dan kembali mengurung diri di kamar.
Uda Fikri memilih meninggalkan Afif untuk menemui opa di ruang tengah. Afif semakin berang dengan semua orang di rumahnya. Seandainya liburan hari ini, pasti aku sudah ke pantai. Membuat gunung pasir dan bermain ombak.
Terdengar suara dari perutnya, lapar. Dari pagi Afif memang belum makan. Mau keluar, terlanjur malu. Kalau tidak keluar, perutnya semakin perih. Gimana, ya?
“Afif, ada telepon dari Adi!” Suara mama menyeru memanggil Afif.
Dengan cepat Afif ke luar dari kamar. Segera ia berlari ke rung tengah, menghampiri mama dan mengambil ponsel yang tengah disodorkan pada Afif.
“Assalamualaikum.”
“Waalaikum salam”
“Afif, untung kita tidak jadi ke naik kereta.”
“Memangnya kenapa Di?
“Ya, justru itu. Ada bus terseret kereta yang kulihat di televisi Fif.
“Benarkah?”
“Iya,” Adi memberikan penegasan.
Afif merasa bersyukur tidak jadi pergi berlibur naik kereta. Ia membayangkan kejadian kecelakaan itu.
“Katanya opa di situ, ya?”
“Iya.” Suara Afif melemah.
“Wah, seneng dong dikunjungi opa.”
Afif hanya diam dan bingung mau menjawab apa.
Awalnya sejak mendengar opa, Afif sudah tidak suka.
“Sudah dulu, ya Fif. Salam buat opa ya. Assalamualaikum.”
“Waalaikum salam.” Sambil menutup telepon.
Afif merasa bersalah pada opa. Telah memperlakukan opa dengan tidak baik.
“Afif mau liburan ya!” opa menghampiri Afif.”
“Besok kita pergi bersama ya!” sambil mengelus rambut Afif.
“Nggak usah opa. Afif senang dan berterima kasih dengan kedatangan opa. Maafkan Afif, ya opa,” sambil memeluk erat opa dan menangis terisak.
Afif sadar, tidak semua yang kita inginkan itu baik untuk kita. Dan tidak yang semua yang kita benci buruk untuk kita. Ternyata liburan memang tidak harus pergi ke tempat yang jauh. Di manapun kita bisa mengisi liburan dengan menyenangkan. Termasuk di rumah. Selamat berlibur.
Posting Komentar untuk "Ngambek"
Posting Komentar