Ceritaku Bersama Buah Hati Bagian 3
Di penghujung bulan Juli tepatnya tanggal 30 Juli 2020. Dimana sudah memasuki minggu ketiga aku berada di tempat tugas. Berhubung tanggal 31 adalah hari Raya Idul Adha, aku memutuskan untuk pulang bertemu dengan keluarga kecilku.
Aku minta izin dengan atasan bahwa hari Sabtunya tidak bisa masuk karena ada keperluan keluarga yang mesti diurus. Setelah berbincang dengan beliau, akhirnya aku diberi izin.
Semalam aku sudah mempersiapkan barang yang akan kubawa pulang. “Mama jangan lupa bawa bakso ya,” pesan si sulung mengingatkanku pada pesan whatsapp yang dikirim kemarin malam.
Bakso ayam adalah menu favorit keluargaku. Aku sudah memesan 1 kg bakso ayam yang sudah siap untuk dibuat makanan. Jika aku sudah berada di rumah, tidak terlepas dari eksekusi makanan yang membuat keluargaku betah. Ada saja makanan yang akan ku hidangkan untuk mereka. Apalagi si sulung yang doyan makan. Semua makanan ludes dalam sekejap.
Gawaiku berdering, ada telepon masuk. Ternyata yang menelepon adalah supir travel langgananku. Di seberang sana ia berkata bahwa akan segera menjemputku.
Segera kumatikan gawai dan bersiap mengemasi tas yang akan kubawa dan menunggunya di depan kontrakanku. Lima menit berlalu.
Tit…., tit….. bunyi klakson mobil terdengar di luar sana. Itu tandanya mobil travelku sudah datang menjemput. Aku pamit pulang pada tetangga dan memberi kabar padanya.
“Hati-hati buk,” pesan Sari tetangga ku, “jangan lupa bawa oleh-olehnya ya buk.”
K balas dengan jawaban iya sambil melayangkan senyuman andalanku dan langsung masuk menuju mobil.
***
Kulirik jam di ponselku. Hari menunjukkan pukul 19.15 WIB. Aku turun dari mobil travel sambil membawa satu tas berisi baju dan satu kantong lagi berisi makanan.
“Eh, bu guru pulang…” goda tetangga di sebelah rumahku. Kutelusuri gang menuju rumah. “Kenapa sepi ya,” pikirku dalam hati. Sesampainya di halaman rumah, aku dikejutkan oleh teriakan duo jagoan yang dari tadi sudah tidak sabar ingin berjumpa denganku.
“Hore…, Mama pulang,” kata mereka serentak. Ibu mana yang tidak luluh hatinya mendengar kata itu. Mereka segera merangkulku dan memelukku sambil membawakan tas ke dalam rumah.
Belum sampai masuk ke ruang tengah, si sulung sudah melontarkan pertanyaan yang menggangguku. “Berapa hari mama di rumah?”
“Dua hari bang,” jawab ku, “Yei, mama lama di rumah.” Ku rasa si sulung puas dengan jawaban itu, karena biasanya hanya satu hari saja waktu ku bersama keluarga.
Aku fokuskan waktu yang dua hari ini untuk membimbing si sulung belajar luring. Ia bercerita jika tugas minggu kemarin sudah dikumpulkan pada wali kelasnya. Sekarang tugas minggu ini belum satupun dibuat. Chio tunggu mama, itu katanya. Oke sayang, saatnya mama jadi guru buatmu.
***
Pagi ini luar biasa karena seluruh umat islam merayakan hari Raya Idul Adha. Kami sekeluarga hanya melaksanakan salat Idul Adha di rumah saja. Setelah selesai salat, kami langsung menyantap makanan yang dibuat oleh mama mertua yaitu soto andalannya.
Kuberi kesempatan kepada si sulung untuk main game pada gawainya sekitar 1 jam. Setelah itu kami buat perjanjian untuk mengerjakan tugas sekolah.
Satu jam sudah berlalu. Kuperingatkan pada si sulung untuk menghentikan permainannya. Dan segera untuk mengerjakan tugas belajarnya.
Semua perlengkapan belajar sudah ku sediakan di meja belajarnya. Pada buku itu tertulis buku Tema kelas dua SD. Tinggal si sulung mengahampiriku dan memulai mengerjakan tugasnya.
Lima menit telah berlalu tetapi si sulung tak kunjung datang. Ternyata ia masih sibuk dengan gawainya sambil duduk manis di ruang tamu.
“Abang, waktunya belajar. Sudahi permainannya dan letakkan ponselnya di atas meja,” perintahku agak sedikit tegas.
“Iya, sedikit lagi ma,” balasnya dengan nada tak bersalah. “Ingat apa perjanjian kita bang?” “Mama sudah turuti kemauan abang, sekarang giliran mama yang abang ikuti.”
Kali ini aku agak sedikit tegas pada si sulung, mengingat kebiasaannya belakangan ini yang candu akan gawai. Apalagi belajar hanya di rumah. Kontrol orangtua sangat diharapkan. Boleh main gawai asal ada batasnya dan pekerjaan sekolah jadi tidak terabaikan.
Kesabaranku sedang diuji oleh si sulung. Bagaimana tidak, untuk memulai menulis saja menghabiskan waktu 10 menit dengan pekerjaan yang tidak penting. Mulai dari meraut pensil yang sudah tak perlu diraut lagi, membolak-balikkan halaman buku yang seharusnya sudah siap untuk dibaca hingga bolak-balik ke luar kamar hanya untuk minum dan buang air kecil. Ada saja alasannya.
Apakah anak bunda di luar sana sama seperti anak saya? Mereka hanya patuh pada gurunya di sekolah saja. Jika sudah di rumah, orangtua nyinyir memperingatkan mereka berkali-kali.
Itulah dilema para orangtua dalam menghadapi masa pandemi di era new normal ini. Apalagi tidak semua orangtua paham dan mengerti dengan tugas yang diberikan oleh guru di sekolah. Apalagi punya anak dua atau tiga yang masih SD dan perlu dibimbing untuk belajar.
Itulah gunanya anak, saya sekolahkan. Agar bisa menjadi pintar dan mendapat didikan dari gurunya, curhatan para ibu-ibu di luar sana.
Aku harus bersikap tegas. Memberitahu pada si sulung bahwa hari ini ada 2 buah tugas yang mesti dikerjakan. Mendengar hal itu, ia langsung nangis dengan berdalih capek buat banyak-banyak.
Lalu aku jelaskan lagi padanya yang masih terisak-isak. Jika abang tidak menyelesaikan tugas hari ini, kapan tugasnya akan selesai? Masih ada 4 buah tugas lagi yang masih menunggu.
Emosinya agak mereda. Aku suruh si sulung untuk cuci muka agar bisa berkonsentrasi lagi. Dan mulailah ia mengerjakan tugasnya.
***
Keesokan harinya, aku dan si sulung pergi melihat penyemblihan hewan kurban di dekat rumah. Hal ini betujuan untuk memperkenalkan kepada si sulung apa itu hari raya Idul Adha dan mengapa orang menyemblih sapi atau kambing pada hari raya itu. Sekaligus tugas yang diberikan oleh guru PAI-nya membuat cerita tentang hari Raya Idul Adha dan memfotokan orang yang sedang menyemblih hewan kurban.
Kusuruh si sulung untuk bercerita tentang apa yang dilihatnya tadi. Hasil ceritanya itulah yang akan dituliskan pada tugas tersebut. Hal ini perlu bimbingan orang tua untuk merangkaikan kalimat yang tepat dan benar untuk membuat sebuah cerita.
Ceritaku bersama buah hati bagian 3 telah selesai kurangkai. Semoga ceritaku ini bisa menginsprasi banyak orang. Inilah ceritaku, mana ceritamu?
Posting Komentar untuk "Ceritaku Bersama Buah Hati Bagian 3"
Posting Komentar