Ceritaku Bersama Buah Hati Bagian 1


Malam itu terasa syahdu. Berada di antara orang-orang terkasih segara ku ungkai kembali. Aku ingin memanfaatkan waktu libur yang cukup panjang ini, menjalani peranku sebagi seorang ibu seutuhnya.

Si bungsu yang sudah rindu untuk disuapkan makan malam itu, merayuku. “Mama, Kenji ingin disuapin sama Mama,” bujuk rayuan si bungsu mengalihkan duniaku.

“Iya sayang, tapi Mama mandi dulu ya,” sambil menurunkannya yang dari tadi berada dipundakku.

Meskipun umurnya sudah menginjak 5 tahun dan tahun depan sudah masuk sekolah TK, aku sudah mengajarkannya untuk makan sendiri. Tapi berhubung aku yang jarang pulang, tidak apalah sekalian memanjakannya.

Nasi yang sudah diambilkan oleh kakak iparku tak sedikitpun tersentuh. Ia sabar menungguku yang baru selesai membersihkan diri.

Si bungsu bercerita jika ia sudah kuat maka cabe, sambil menunjukkan sambal yang sudah tercampur pada nasinya. Kali ini ia makan ditemani dengan ikan lele goreng balado. Ia lebih memilih ikan daripada daging ayam yang nyangkut pada giginya.

Malam berganti pagi. Rindu pagi ini telah berlabuh pada hati itu. Pagi ini sedikit berbeda dari biasanya. Aku berada ditengah-tengah orang yang ku sayangi.

Hari menunjukkan jam 07.00 WIB. Ku lirik kedua putraku masih tertidur pulas. Sesekali ku usap kepalanya dan ku kecup keningnya. Menikmati indahnya momen langka ini yang akan ku kenang nanti.

Aku berbegas menuju dapur. Di kepalaku sudah terlintas menu makanan kesukaan mereka. Tanganku tertuju pada bakso ayam yang ku bawa dari perantauan. Ini khusus ku bawa buat mereka yang doyan bakso.

Ku lirik sayuran yang berada di rak bawah kulkas. Hanya ada wortel, kentang dan labu siam. Ini cukup untuk menambah nutrisinya hari ini.

Semua bahan ku racik menjadi satu dan jadilah sup bakso ayam ala mama Fide.

Makanan kesukaan mereka sudah jadi. Tinggal menunggu mereka bangun, mandi dan makan pagi bersama.

Pekerjaan di dapur sudah beres. Ku alihkan pandangan ke ruang tamu. Ku perbaiki letak meja dan bantal sofa yang semalam berantakan. Tak lupa ruangan itu ku sapu hingga ke halaman depan.

Aku dikejutkan oleh suara si bungsu yang berteriak memanggil namaku. Ku tinggalkan sapu lidi yang masih ku genggam dan segera menuju kamar yang berada di samping ruang makan.

Ternyata si bungsu sudah bangun. Ia memanggilku hanya untuk bangkit dari tempat tidur dan menggendongnya ke luar kamar.

Jurus pamungkas si bungsu yang tak dapat ku elakkan. Ku gendong tubuh mungilnya yang mulai berisi. Si bungsu tersenyum malu sambil sesekali mengusap pipiku.

Aku langsung membawanya ke kamar mandi. Memandikannya adalah ritual tersulit yang ku lalui. Terkadang harus main kejar-kejaran dulu untuk menyuruhnya mandi. Tapi kali ini aku berhasil melumpuhkannya. Ia nurut untuk segera ku mandikan.

“Habis mandi, kita makan ya Dek,” sambil mengusap sabun yang melekat di tubuhnya.

“Apa sambal yang mama buat?” tanya si bungsu.

“Sup bakso ayam,” jawabku pelan.

Baksonya dibeli atau dibuat?

Kapan mama buat baksonya?

Supnya dikasi sayur atau nggak?

Itulah sejumlah pertanyaan yang harus ku jawab sewaktu memandikan si bungsu.

Memang perhatianku tentang masalah makan nasi pada si bungsu penuh perhatian. Mengingat ia yang susah untuk makan nasi. Segala trik dan cara sudah ku lakukan hingga memilihkan asupan vitamin yang cocok buat si bungsu. Tinggal membiasakannya dengan memberikan makan nasi dengan porsi kecil.

Ini tak luput juga berkat kakak iparku yang selalu rajin memijatnya. Kini makannya sudah lahap.

Aku mengenakan baju pada si bungsu yang sudah ku sediakan di atas meja. Mengusapkan minyak telon ke tubuhnya dan membedaki raut muka yang mulai semok.

Si sulung sudah dari tadi selesai mandi, menunggu di ruang tamu sambil memainkan gawainya.

Si bungsu langsung menghampiri abangnya, merampas gawai yang sedari tadi berada digenggaman anak berumur 7 tahun itu.

Melihat tingkah si bungsu, aku langsung menengahinya. Ku sita gawai tersebut dan ku simpan jauh-jauh. Ternyata ini yang membuat pertengkaran pagi itu.

Aku memberikan peringatan kepada si sulung, untuk tidak memegang ponsel di pagi hari. Dan ia menuruti perintaku.

Setelah selesai makan, aku membuat srategi untuk mengalihkan pikiran mereka pada candu gawai. Aku mengajak mereka untuk menggambar dan mewarnai.

Ku ambil 2 buah buku dan krayon. Satu untuk si sulung, Sachio. Nama itu ku tuliskan pada sampul depan dan satu lagi buat si bungsu, Kenji.

Berhubung si bungsu suka dengan mobil, aku memintai dia untuk memilih mobil mana yang akan ku lukis.

Pilihannya jatuh pada mobil sedan sambil menunjukkan mobil omnya yang parkir di halaman rumah. Mulailah ku gambar mobil itu sebisaku. Dan jadilah mobil sedan hasil goresan tanganku.

Lalu, ku ajak si bungsu untuk mewarnai mobil yang sudah ku gambar. Ia memilih warna dongker sesuai dengan warna mobil omnya.

“Kenji nggak bisa mewarnai ma,” keluh si bungsu.

“Bisa, mama bantu ya,” sambil menuntunnya.

Aku memotivasinya supaya betah untuk melanjutkan mewarnai gambar yang sudah setengah jadi. Berkat kegigihannya si sulung berhasil menyelesaikan misi ini.

“Hore, gambar Kenji udah selesai,” sambil menunjukkan pada abangnya.

Bukan main senangnya hati si bungsu. Ia langsung mengambil mobil balap dan menunjukkannya padaku untuk segera ku gambar.

Berhasil. Hari ini misiku berjalan mulus. Besok kegiatan apa lagi ya yang akan ku layangkan pada mereka?

Foto dokumentasi pribadi

Fide Baraguma
Fide Baraguma Ibu dari dua jagoan hebat yang mengabdi diperbatasan Sumatera Barat dan Jambi

Posting Komentar untuk "Ceritaku Bersama Buah Hati Bagian 1"