Cerita Dini Hari


Setelan alarm di ponsel ku berdering. Itu tandanya hari sudah menunjukkan pukul 05.00 pagi. Dengan mata setengah tertutup, ku paksakan tangan ini menarik hp yang berada tepat di samping bantal yang sedang ku tiduri. Berniat mematikan nada alarm yang masih berbunyi.

Ku lihat pesan chat semalam yang ku tujukan pada teman. Memastikan pesan itu sudah di baca atau belum. Ah, tidak ada balasan dan belum dibaca. Tidak seperti biasanya ia begini. Mungkin ia lagi sibuk. Pikirku melayang jauh.

Aku bangkit. Melipat selimut dan merapikan letak bantal guling yang berada di pinggir tempat tidur. Aku langsung menuju kamar mandi. Mengambil air wudu dan menunaikan kewajibanku pada Sang pencipta.

Pagi ini udara terasa dingin karena hujan semalam disertai angin kencang. Rintik-rintik gerimis yang turun masih terdengar jelas di balik jendela. Setelah selesai curhat pada Yang Maha Kuasa, ku langkahkan kaki menuju kulkas yang berada di ruang depan kontrakan kecilku.

“Bawa menu apa ke sekolah hari ini?” sambil memandangi isi kulkas.

Stok buah dan sayur yang ada di kulkas telah menipis. Ada 5 biji buah-buahan yang standby pada rak pertama. Ku alihkan pandangan ke rak bawah yang ada hanya 2 buah wortel dan segenggam buncis. Lalu ku putuskan saja untuk mengambil 1 buah alpukat, 1 buah pir, 1 buah apel dan sisa potongan buah pepaya yang sudah 2 hari bergentayangan di kulkas.

“Bawa ini saja,” perintah otakku memastikannya.

Segera ku kupas kulit buah tersebut. Memotongnya kotak-kotak dadu dan memasukkan pada tempat bekal yang akan ku bawa nanti. Ditambah dengan sedikit biji chia menambah kebutuhan seratku pagi ini. Tara… bekalku sudah siap.

Hampir saja lupa. Ingatanku tertuju pada agar-agar jeli yang ku buat sepulang sekolah kemarin. Agar-agar jeli dua rasa. Mangga dan melon. Pasti teman-teman pada suka. Supaya tidak lupa, segera ku letakkan jeli tersebut pada tumpukan tas bekal yang akan ku bawa nanti.

Semuanya sudah beres. Ku lirik jam yang berada tepat di atas dinding pajangan foto. Hari sudah menunjukkan pukul 06.30 WIB. Segera ku ambil handuk dan melangkahkan kaki menuju kamar mandi.

Tak butuh waktu lama untuk mempersiapkan diri menuju sekolah tercinta. Berhias seadanya memakai crem siang dan sedikit polesan lipstik berwarna merah muda. Itu sudah cukup membuatku PD dengan gaya make up andalan ku.

Suara klakson motor terdengar jelas di pinggir jalan. Itu pertanda jemputan ku telah datang. Aku berangkat menuju tempat tugas selalu bareng dengan rekan sejawat yang sudah ku anggap ibu sendiri. Hanya memakan waktu 5 menit, kami sudah sampai di sekolah. Tempat tugas yang hanya berjarak l,5 km dari rumah kontrakan ku.

Gerimis masih mengundang di halaman sekolahku. Terlihat jelas di balik pohon karet yang berada di samping gedung sekolah. Tak ada nampaknya matahari yang akan menyemburkan senyumnya pagi ini. Ditambah dengan awan hitam yang berarak cepat dibawa oleh arus angin pagi itu.

“Kok sepi ya De?” salah seorang teman memulai pembicaraan kepadaku.

“Gerimis masih mengundang Uni?” jawab ku sambil melirik ke arah jendela.

“Mungkin kita berangkatnya kepagian kali ya.” sambung Bu Ratna.

Bu Ratna sudah aku anggap sebagai pengganti mama ku diperantauan. Hidup sendiri diperantauan mengabdikan diri diperbatasan. Memilih hidup LDR dengan ikatan pernikahan yang memasuki 9 tahun. Menjadikan hidup ini lebih berwarna.

Ku ambil ponsel yang ada di dalam tas. Sambil mencek pesan yang tumpah ruah di grup whatsapp, tanganku terhenti pada pesan yang dituliskan oleh putra sulungku. Mama kapan pulang? Itu lah kalimat pembuka perbincangan kami di whatsapp kemarin sore.

Pikiranku kembali buyar. Mengingatkanku pada dua orang putra yang sudah ku tinggalkan hampir 3 minggu lamanya. Inilah pertama kalinya dalam sejarah hidupku. Paling lama menahan diri untuk tidak pulang ke kampung suami. Dikarenakan dengan dituasi corona yang masih membara. Ditambah dengan tugas-tugas di sekolah yang harus dikerjakan mengingat penghujung tahun ajaran sudah berakhir.

Sabar. Semua akan indah pada waktunya. Itu lah kata motivasi andalanku untuk menyemangati hari-hari ku saat dilanda kegalauan.

Satu pesan masuk di aplikasi whatsapp terlihat jelas di beranda depan ponselku. Segera ku buka, ternyata dari teman yang ku tunggu balasan chatnya sejak semalam.

Temanku itu menjelaskan jika dirinya tengah disibukkan dengan pekerjaannya.

Aku lembur buk. Semalam tidur cepat.
Lemburnya sampai besok.

Aku paham, jika dia tidak bisa diganggu saat ini. Dia adalah Iska. Teman yang memberiku motivasi untuk menulis kembali di blog.

Pada akhir tahun 2019 yang lalu, aku sempat memuat 4 tulisan yang ada di blog itu. Masih teringat jelas diingatanku. Tulisan pertama yang aku publish adalah sebuah cerpen dengan judul Gara-gara HP. Ketika itu, Hanya sekedar menulis saja.

Hampir vakum selama 8 bulan. Dorongan itu kembali lagi memotivasiku untuk melanjutkan menulis di blog. Ham dan Guru adalah tulisanku yang kelima setelah bangkit dari kemalasan.

Tulis apa saja yang patut kita ceritakan. Mana tau suatu saat nanti, cerita yang kita bagikan akan bermanfaat buat orang yang membutuhkan.

Itulah kata-kata motivasi dari temanku yang ku abadikan dalam menulis. Alhamdulillah. Sampai kemarin malam, aku masih bisa memberikan cerita-cerita menarik yang layak ku bagikan pada semua orang.

Berharap hari ini dapat ide yang bisa ku jadikan sebuah tulisan. Dengan target satu hari tercipta satu tulisan. Untuk melahirkan sebuah tulisan dibutuhkan mood yang baik. Jika hal ini dipaksakan nanti hasilnya juga asal-asalan.

Teringat akan pr di grup blogger yang harus segera ku selesaikan. Ku cek satu persatu link artikel kawan-kawan yang ikut pada tugas ngeblog-nya hari itu. Mana tau ada ide yang bisa dijadikan tulisan.

Tapi tidak untuk hari ini. Aku pasrah dengan keadaan. Otakku buntu tidak bisa diajak berpikir. Mungkin karena lelah harus menahan rindu bertemu dengan kesayangan.

Perlahan ku buka laptop bermaksud ingin mendengarkan musik pengusir kegalauan.
Aku mulai menyetelnya dengan nada pelan. Dengan musikku ini suasana di ruangan guru pecah, berubah menjadi lebih meriah. Mereka terhibur yang sedari tadi berkutat di depan laptop untuk mengisi nilai semester siswa.

Ku ambil bekal yang dibawa tadi pagi. Mendengarkan musik sambil menyantap racikan menu sehatku. Tak lupa membagikan agar-agar jeli yang sudah ku niatkan untuk teman-teman di sekolah.

Hari ini ku habiskan waktu di sekolah sampai saatnya pulang tiba. Dengan membantu melayani siswa kelas IX yang berdatangan untuk menyelesaikan segala administrasi mereka.

Waktu pulang telah tiba. Hari sudah menunjukkan pukul 14.30 WIB. Segera ku kemasi barang yang akan ku bawa pulang.

Menjelang pulang ke rumah, aku dan teman-temanku mampir di sebuah rumah yang tidak jauh dari lokasi sekolah. Pergi takziah ke rumah duka yang kemarin meninggal dunia.

Sepulang dari sana, aku dan uni Yati sepakat untuk pergi ke pasar berjalan kaki membeli kebutuhan yang akan dimasak nanti.

Setelah puas berbelanja, kami kembali melanjutkan perjalanan pulang dengan berjalan kaki. Kira-kira 500 meter lagi. Tepat dipersimpangan, kami dipisahkan oleh jalan karena rumahku dan rumah uni Yati tidak berdekatan.

Sesampainya di rumah, aku langsung memasukkan barang belanjaanku di kulkas. Memberaskan tempat bekal yang kotor dan membawanya ke dapur. Setelah itu, segera mandi dan salat ashar.

Pikiranku kembali diingatkan oleh permintaan temanku Iska yang meminta bantuan menulis di blognya. Jika tidak ada ide untuk menulis artikel, menulis pentigraf juga boleh. Itu lah pesan terakhir yang aku terima di sela-sela kesibukannya.

Tapi mata ini tidak bisa diajak kompromi lagi. Ku rebahkan badan di kasur santai yang ada di ruang depan. Sambil menghidupkan tv dan menyetel sinetron anak remaja yang lagi viral.

Aku tersentak dari tidur yang menurutku cukup mengganti energi yang sudah terkuras siang tadi. Ku arahkan pandangan ke jarum jam. Tepat pukul 23.00 WIB.

Aku bangkit dari tempat tidur. Langsung menuju kamar mandi, mengambil wudu untuk mengerjakan salat isya.

Sesudah itu, dengan niat yang tulus ku mantapkan hati mulai menulis. Menulis pentigraf. Ini pertama kalinya aku menulis cerpen tiga paragraf.

Meskipun cuma ada tiga paragraf, waktu 1 jam cukup menguras otakku menghasilkan karya yang apik. Tulisan ini dimuat pada blog kawan ku guntal.com dengan judul dompet kecil lusuh berwarna merah. Aku berhasil menyelesaikan tantangan ini.

Misi selanjutnya. Hari sudah menunjukkan pukul 01.35 dini hari. Aku masih berkutat di depan layar laptop yang masih putih polos. Keyboar yang dari tadi memanggil untuk di tekan, aku abaikan. Tak ada satu kata yang dapat ku tulis di laman blogku. Cerita apa yang hendak ku tulis. Otak ini tak mampu lagi berpikir.

Lalu muncullah sebuah ide. Mengapa tidak ku ceritakan saja kegiatanku seharian tadi.
Maka dengan semangat yang berapi-api, ku berikan judul tulisan ini Cerita Dini Hari.

Itulah ceritaku, mana ceritamu hari ini???

Di batas ini. Minggu, 14 Juni 2020, pukul 01.35 WIB.

Fide Baraguma
Fide Baraguma Ibu dari dua jagoan hebat yang mengabdi diperbatasan Sumatera Barat dan Jambi

Posting Komentar untuk "Cerita Dini Hari"